Wednesday 30 March 2011

Cintaku kepentok di situs jaringan mencari jodoh (part 2)

Penantian selama 6 minggu untuk bisa bertemu lelaki itu dalam kenyataan mendekati waktunya. Rasa patah hati dan kekecewaan yang sempet membuat gue merasa begitu down berubah dengan cepatnya. Entah bagaimana lelaki ini bisa mengembalikan lagi semangat gue dan memberikan new excitement dalam hari-hari gue tanpa pernah gue bertemu dengan dia sebelumnya. I just had a feeling that I would have a beautiful story with this guy.

Tanggal 1 May 2008 sore lelaki itu tiba di Bali & saatnya gue bertemu dia dalam kenyataan. Rasa deg-degan, grogi, tidak percaya diri dan lain-lainnya  bercampur aduk pada saat itu. Sahabat gue yang ada saat itu memberikan support yang luar biasa untuk gue. Dan gue hanya berusaha meyakinkan diri gue sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan akhirnya bertemulah gue dengan lelaki muda berusia 30 tahun yang datang jauh dari belahan dunia lain untuk pertama kalinya setelah 6 minggu hanya berkomunikasi melalui email saja. 

7.30 malam saat itu, gue perhatikan satu persatu lelaki yang lewat di lobby hotel tempat dia menginap. Gue sendiri tidak yakin apakah gue bisa mengenal wajahnya kalau gue melihat dari jauh. Yang gue tahu, lelaki ini berwajah lonjong & berambut coklat. Tapi saat itu, ada banyak lelaki dengan tipe seperti itu...haduhhh..ribet nih... Dan tiba-tiba dari arah kolam renang, gue melihat seorang lelaki memakai kemeja hitam dan celana jeans biru dengan sendal kulit berjalan ke arah reception. Dari bentuk-bentuk badan dan wajahnya sih sepertinya ini ya dialah lelaki yang gue maksud. Rasanya gue harus mengumpulkan seluruh tenaga dalam gue untuk berani memanggil namanya dan berjalan ke arah dia. "Pascal!!!!".... dan lelaki itu menoleh ke arah gue.... hhaaahhhhh.... gak percaya tapi nyata, ini cowok ada di depan muka gue sekarang...

Rasa yang ada begitu sangat natural. He immediately walked and came to me, hugged me gently and politely for long. The feeling was like a couple who had been separated for long time. Tidak ada moment formal seperti layaknya orang pertama kali bertemu. Sepertinya kami sudah saling mengenal lama sekali. Kita memutuskan untuk pergi ke Hu´u Bar Seminyak untuk mengobrol. Tapi pada saat itu ada sesuatu yang mengganjal di hati gue tentang Pascal. He was always busy with texting to someone. Huhhh...that was really annoying moment buat gue. Dalam satu emailnya dia pernah bercerita tentang seorang perempuan yang dia kenal di Bali. Dan salah satu alasan dia datang ke Bali lagi adalah untuk menyelesaikan hubungannya dia dengan si perempuan ini. Gue tidak akan cerita banyak mengenai Pascal dan perempuan ini, tapi yang jelas di awal hubungan gue dengan Pascal selalu diwarnai dengan perempuan ini...:-). Dan memang perempuan ini gak penting juga kalau gue ceritain dalam blog gue...:-)))

Pascal was really a boy pada 3 tahun yang lalu. Lelaki yang gila olahraga lari ini berbadan sangat atletis (3 tahun yang lalu, abs nya aja perefectly six pax!..yang selalu bikin gue minder kalau pake baju berenang :-p), tidak pernah lupa memakai gel rambut, selalu rapi dalam berpakaian, soft ketika berbicara, addicted to yoga,  selalu memesan satay ayam untuk makan karena dia benar-benar menjaga body saat itu and "too" familiar to people yang bikin gue kadang-kadang jengah karena sering kali diapun bersikap teramat manis dengan wanita lain...grrrrr.... 

Ada 2 tanda permanent ditubuhnya. Di dada sebelah kirinya ada sebuath tattoo bertulisan arab gundul yang dibaca "Nibisya" yang mana itu adalah nama seorang gadis Moroko yang menjadi kekasihnya ketika muda dulu. Dan di dada sebelah kanannya terlihat jelas sebuah jahitan yang sudah berubah menjadi keloid besar yang membuat dia tidak percaya diri jika harus berenang atau buka baju. Jahitan itu akibat operasi jantung yang dilakukan 5 tahun yang lalu. Yaaa...he has pacemaker on his chest since then.

Kami berdua adalah pribadi yang sangat berbeda. Kehidupan yang gue alami membuat gue menjadi manusia yang "terlalu" realistis. Selalu berbicara straight forward & jarang berbasa basi. Sementara itu Pascal adalah seorang yang sangat berhati-hati dalam bertutur kata dan halus hatinya, seorang yang selalu melihat dunia hanya dari warna putihnya saja, seorang yang selalu menginginkan harmoni dalam hidup... a real yogi though. Sering sekali kita menemukan moment yang menunjukkan bahwa kita adalah dua pribadi yang sangat berbeda. But somehow, we felt that we needed eachother. Gue butuh karakter dia yang bisa menyejukkan hati dan meredam sifat temperament gue dan dia butuh gue untuk bisa membantunya "melihat" dunia dengan lebih nyata. 

Selama 1 bulan setengah kita mencoba mengenal diri kita masing-masing dengan diselingi "kejutan-kejutan" kejadian antara kita. Sikap dia yang masih "boyish" dimata gue dan sikap gue yang menurut dia terlalu saklek membuat hubungan diawal begitu ups and downs. Dari mulai pembicaraan tentang tempat untuk tinggal, apakah di Indonesia atau di Swiss, tentang perbedaan agama kita, tentang anak, tentang macam-macam. Dan untuk gue saat itu, semuanya penting untuk dibicarakan jelas sedari awal. 

But again, somehow the love had been grown dan tidak terasa waktu dia untuk kembali pulang tiba dan terasalah bahwa waktu yang terlewatkan bersama tidaklah cukup.

Kami menjalani hubungan jarak jauh selama 7 bulan diselingi dengan kedatangan gue ke Swiss selama 3 bulan. And at that time we understood that we were meant to be together. Pascal yang baru memulai usaha as self employed mengharuskan kita menjalani hidup dengan kesederhanaan. Gue harus "melihat" kenyataan bahwa hidup di luar negeri tidak selalu luxury. Kadang-kadang reaksi sensitif Pascal timbul ketika gue membicarakan tentang keinginan gue untuk melihat negara Eropa lainnya pada saat itu atau sekedar window shopping. He was feeling insecure as he was not able to make that happened for me because of financial matter.  

At that time I did not know how much pressure he had because of that. Sebagai seorang yang memulai bisnis sendiri sebagai physiotherapist butuh waktu untuk bisa establish. He was never really working a lot before. He was a lonely traveler and always looking for self identity. Despite he was a very talented physiotherapist yang handal, dia hanya bekerja sekedarnya dan memilih pergi travelling dan belajar yoga. 

It was a drastic decision for him self after he met me to build his own clinic.  He had to face hard argumentation with his parents before that. Orangtuanya yang lebih senang melihat dia untuk bekerja di rumah sakit merasa bahwa pekerjaan tersebut lebih "aman" dan tanpa resiko dibandingkan membuka bisnis sendiri. Tapi Pascal bukan tipe seseorang yang bisa bekerja dengan orang lain. Dia ingin mandiri. Dan dia mempunyai keyakinan besar bahwa one day dia bisa sukses.

Tiga bulan terlewatkan dengan begitu cepat dan waktunya gue harus kembali ke Indonesia. Terpisahkan jarak dan waktu membuat kita berfikir bahwa hubungan kita tidak bisa berlajut seperti begini. Tidak mungkin rasanya gue dan dia harus bolak balik Swiss-Indonesia hanya untuk beberapa saat saja. Dan juga perasaan tidak nyaman dengan keluarga besar gue di Indonesia ketika gue harus pergi lama ke Swiss tanpa ikatan pernikahan. 

It was "an accident" conversation antara gue dan sahabat gue Wulan yang mana akhirnya membuat gue berfikir untuk segera menikah. Sahabat gue memberikan ide yang buat gue adalah "mission impossible" karena tidak mungkin gue meminta Pascal untuk menikah dalam waktu 2 bulan ke depan ketika dia datang lagi ke Indonesia. Tapi gue harus bicarakan ini dengan dia. Pokoknya, now or never...

Lewat telephon gue coba berbicara tentang ide menikah secara agama di Indonesia dan dilanjutkan dengan perkawinan legalnya di Swiss. Pembicaraan yang ada cukup alot saat itu. Karena step yang harus dilakukan untuk melakukan pernikahan secara Islam adalah sang lelaki harus dikhitan terlebih dulu dan menjadi mualaf. Harus diakui tidak mudah untuk Pascal menerima kondisi yang ada pada saat itu. Harus berpindah kepercayaan dalam waktu yang singkat dan menikah "sebelum" mengenal gue cukup lama... tapi subhanallah...demi cintanya dia rela lakukan semuanya. 

Akhirnya diputuskan tepat dihari ulangtahun gue, kita menikah secara agama. Dan bukan berarti setelah itu kita berdua hidup seperti dalam cerita dongeng. Masa transisi dan penjajakan baru saja dimulai. Sampai dia harus kembali ke Swiss lagi, masih tidak terasa bahwa kita sudah menikah. In the meanwhile, gue di Indonesia menyelesaikan dokumen-dokumen yang penting untuk legal married di Swiss dan Pascal bekerja keras dengan klinik barunya demi masa depan keluarga baru kami. Dan selama terpisah jarak dan waktu lagi, kami masih harus mengalami ups and downs nya suatu hubungan. Rasa rindu yang terlalu besar membuat kami justru menjadi lebih sensitif dan sering sekali emotional ketika sedang membicarakan suatu subjek. Tidak jarang komunikasi kami harus berakhir dengan gue yang mengembangkan bendera perang dingin sampai beberapa hari (which is a very bad habit of me when I get grumpy).  Rasanya memang menyebalkan hubungan jarak jauh itu...huh!

Sampai tiba waktunya visa menikah gue selesai dan gue terbang kembali ke Swiss pada akhir July 2009. Dan tanggal 27 September 2009 kami resmi menikah secara legal di Swiss. Akhirnya, kami menjalani hidup berdua dengan nyata. Kami mulai lebih mengerti pribadi kami masing-masing. Dan semua perbedaan yang ada terasa begitu ringan dijalani ketika kita mempuna satu visi yang sama. Yaitu mempunyai keluarga yang sakinah, mawardah dan warohmah. 

Tuhan itu memang ada, Tuhan itu memang maha pengasih dan penyayang. Tuhan itu maha pendengar dan melihat. Ketika gue terjatuh dan sakit karena cinta, setiap doa yang gue panjatkan selalu dengan jatuhnya butiran airmata. Gue memohon untuk diberikan pasangan hidup yang baik hati dan rupanya, yang bisa menerima gue apa adanya, menyayangi anak gue dan keluarga gue, yang bisa menjadi pemimpin dan imam bagi gue, yang bisa membahagiakan gue lahir dan bathin. Alhamdulillah, Tuhan mendengarkan doa-doa gue. He sent me exactly someone that I´ve always dream of. 

Setiap kali gue teringat kembali masa lalu dan melihat kehidupan gue kini, tidak berhenti gue mengucapkan syukur alhamdulillah. Dan bonus manis dari kerja keras Pascal sekarang adalah dimana dia bisa dengan bangga menepuk pundaknya sendiri karena berhasil sukses dengan kliniknya dan bahkan sudah mempunyai 2 buah klinik sekarang ini, alhamdulillah. And we can be proud of our self as we started our life from really scratch together at two years ago and be happier after all. Tapi perjalanan kami masih panjang. Akan masih banyak kerikil dan batu-batu tajam di depan kami dan insya Allah semuanya bisa kami lewati bersama. 



3 comments:

  1. Alhamdulillah...semoga rukun dan bahagia sampai akhir hayat dengan suami & anak-anak tercinta, aamiin

    ReplyDelete
  2. ikut seneng bacanya....

    ReplyDelete
  3. cerita selama sekitar bulan september 2008-desember 2008 apa yaa???

    ReplyDelete