Monday 25 April 2011

"kebahagianku bukan karena tinggal di luar negeri"...

"Ahhh...enaknya kamu tinggal di luar negeri sekarang"... atau "kamu beruntung sekali bisa tinggal di Eropa"... atau "mau juga dong tinggal di Swiss"..."Kamu kelihatan happy sekali tinggal di Eropa".."enak banget bisa jalan-jalan di Eropa"... well, itulah beberapa komen yang biasanya dilontarkan dari teman-teman lama dulu ketika mereka tahu kalau saya sudah tidak tinggal di Indonesia lagi. Ketika pertama kali pindah, memang sih ada rasa "sedikit special" mendengar komen-komen seperti itu. Rasanya memang sebuah dream come true. Tapi dengan berjalannya waktu, perasaan yang ada semakin normal saja.

Ketika saya mendengar lagi komentar-komentar serupa justru membuat saya bertanya dalam hati saya sendiri. Memangnya apa sih yang membuat mereka merasa bahwa tinggal di luar negeri itu lebih enak daripada tinggal di Indonesia dan berpikir bahwa yang tinggal di luar negeri itu lebih bahagia?...

Kalau boleh membandingkan tinggal di sini dengan di Indonesia ternyata lebih banyak nikmatnya tinggal di Indonesia. Di Indonesia kita tidak pernah merasakan telapak tangan dan kaki beku karena kedinginan (saya ingat ketika merasakan winter time pertama kali, tidurpun harus memakan kaos kaki dan pullover...), di Indonesia kita tidak perlu pusing mau masak apa setiap hari karena kalau sedang malas masak tinggal pergi ke warung sebelah yang harganya murah meriah dan gak pakai muntah-muntah atau tinggal panggil si mbak buat masak indomie pakai telor plus cabe rawitnya 2 biji :). Atau kalau mau telepon delivery service juga bisa, gampang...

Sementara di sini?... ya harus masak tiap hari.  Mana ada di sini gado-gado mangkal di pinggir jalan atau nasi padang 24 jam. Yang ada ya saya harus masak setiap hari karena kalau makan di restaurant uang belanja saya bisa habis sebelum waktunya dan saya bisa dipulangkan ke Indonesia dengan DHL express khusus dengan stempel di kardus besar dengan tulisan tidak bisa dikembalikan lagi ke negara sipengirim :)

Dan yang paling "top" nya nih (di antara ibu-ibu yang tinggal di Indonesia) adalah mudahnya mencari assistant rumah tangga atau yang biasa disebut pembantu untuk urusan domestik. Dari mulai nyapu, ngepel, setrika, masak sampai jaga anak bisa di atur dan dengan biaya yang masih bisa terjangkau. Lah kalau di sini, semuanya harus dikerjakan sendiri karena kalau kita panggil oranglain untuk bantu membersihkan rumah harus telepon dulu, bikin janji dulu dan bayarannyapun tidak murah. Sejam saja kita harus membayar sekitar Rp. 300,000,-.

Di Indonesia kita masih bisa merasakan nikmatnya dipijit hanya dengan membayar Rp. 70,000,- sampai bongkok, bisa menikmati creambath sambil makan mie ayam, meni pedi dan gak perlu pusing mikirin di rumah masih ada cucian dan setrikaan baju yang menumpuk. Sementara di sini, untuk pijat saja kita harus pusing mencari waktu yang pas karena bisa saja kita menunggu 1 bulan untuk mendapatkan waktu yang pas antara customer dan si therapist. Dan ditambah harga yang cukup mahal yaitu sekitar Rp, 700,000 perjam...walahhhh....

Okay, okay...pasti yang membaca ini juga ada yang bilang, tapi di Indonesia macet banget, banyak kejahatan, pemerintahan yang tidak bisa diandalkan, bencana alam, panasnya udara yang sangat amat dan kesenjangan sosial yang terlihat nyata. Hmmm...ya, itu semuanya benar, saya tidak membantah kenyataan yang ada. Di sini memang semuanya lebih teratur, lebih rapi, lebih terjaga dan lebih berimbang. Kami juga bisa lebih mudah berpergian ke negara eropa lainnya untuk berlibur dibandingkan pulang ke Indonesia. 

Tapi bukan berarti kita di sini juga tidak mempunyai masalah. Kami juga mempunyai masalah walau tidak persis sama dengan yang tinggal di Indonesia. Kami tidak selalu bisa berada di tengah keluarga ketika merayakan hari raya, kami tidak selalu bisa berbicara dan bertemu dengan sahabat untuk berbagi rasa, merasakan kehangatan berada diantara keluarga besar dan sahabat, tidak dapat meminta bantuan dengan mudah kepada keluarga dan juga harus bertahan dengan cuaca yang berubah-ubah yang seringsekali mempengaruhi mood kami. Kadang-kadangpun kami harus menghadapi pandangan sinis dari mereka yang memandang negatif pada kami sebagai pendatang. Dan hal-hal seperti itu menuntut kita menjadi seseorang yang lebih mandiri dan kuat secara fisik dan mental. Kamipun harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk merasakan hangatnya sinar matahari & bertahan dengan cuaca yang bisa mencapai dibawah 0 derajat celcius. Mengejar kereta atau bus ditengah salju hebat supaya tidak ketinggalan. Menghadapi cerita sedih dan depresi dari anak kami karena mereka mengalami bully disekolahnya (kalau jaman SMP atau SMA kita dulu dikenal dengan sebutan "digencet" atau "dipalak") dan dituntut menjadi yang terbaik disekolah karena kalau tidak, mereka tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk masuk ke perguruan tinggi walau orangtua mampu secara materi, tidak seperti di Indonesia yang mana semua anak bisa berkesempatan untuk kuliah yang penting mau dan mampu secara materi. Belum lagi harus menghadapi lingkungan pertemanan yang "cukup unik" di sini. Yang mana tidak mudah mencari teman sejati tempat berbagi hati dan cerita. Ahhh...it´s not really an easy life tho...

Rasanya tidak fair mengatakan bahwa hanya yang tinggal di luar negeri saja bisa hidup lebih nikmat. Apakah yang dimaksud hidup bahagia itu karena bisa berpergian keliling eropa, memakai sepatu boot dan long coat dalam photo lantas hidup kita terlihat lebih indah dibandingkan yang tinggal di Indonesia? No, no...that is really a wrong picture to describe an happiness...Di mana kita hidup rasanya masalah akan selalu ada, no matter where we live, no matter with who with live together. It´s a matter how we handle and live within it. . 

Kalaupun saya boleh berkhayal dan berkata jujur, saya ingin memiliki suasana Indonesia yang tidak saya bisa miliki disini. Dekat dengan keluarga, bisa merasakan matahari tanpa harus menunggu selama berbulan-bulan, menikmati keindahan alam tropis, ke salon murah, makan di warung pinggir jalan tengah malam dan punya assistant rumah tangga :)))... 

Tapi hidup rasanya terlalu pendek hanya untuk digunakan berkeluh kesah saja. Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk membuat hidup lebih berarti dan bahagia. Untuk saya, kebahagian bukan karena saya tinggal di luar negeri, tapi karena saya diberikan kenikmatan rezeki dari Tuhan yaitu suami yang baik hati, kesehatan jasmani, anak-anak yang sehat dan pintar, teman-teman yang baik dan masih mendapatkan kesempatan mengucapkan syukur dan mengingat Tuhan setiap saat. Kesempatan saya untuk dapat tinggal di Eropa hanyalah bonus manis dari Tuhan. Seperti kata orang bijak : happiness is just within your self...